Kamis, 22 April 2010

Al-Asy'ari (ahlussunnah)

A. AL-ASY’ARI
1. Riwayat Singkat Al-Asy’ari
Nama lengkap Al-Asy’ari adalah Abu Al-Hasan Ali bin Isma’il bin Ishaq bin Salim bin Isma’il bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari. Menurut beberapa riwayat, Al-Asy’ari lahir di Bashrah pada tahun 260 H/875 M. Ketika berusia lebih dari 40 tahun, ia hijrah ke kota Baghdad dan wafat di sana pada tahun 324 H/935 M.


Menurut Ibn Asakir, ayah Al-Asy’ari adalah seorang yang berfaham Ahlussunnah dan ahli Hadis. Ia wafat ketika Al-Asy’ari masih kecil. Sebelum wafat, ia berwasiat kepada seorang sahabatnya yang bernama Zakaria bin Yahya As-Saji agar mendidik Al-Asy’ari. Ibu Al-Asy’ari, sepeninggal ayahnya, menikah lagi dengan seorang tokoh Mu’tazilah yang bernama Abu Ali Al-Jubba’i (w. 303 H/915 M), ayah kandung Abu Hasyim Al-Jubba’i (w. 321 H/932 M). Berkat didikan ayah tirinya itu, Al-Asy’ari kemudian menjadi tokoh Mu‘tazilah. Ia sering menggantikan Al-Jubba’i dalam perdebatan menentang lawan-lawan Mu’tazilah.
Al-Asy’ari menganut faham Mu’tazilah hanya sampai ia berusia 40 tahun. Setelah itu, secara tiba-tiba ia rnengumumkan di hadapan jamaah mesjid Bashrah bahwa dirinya telah meninggalkan faham Mu’tazilah dan menunjukkan keburukan-keburukannya. Menurut Ibn Asakir, yang melatarbelakangi Al-Asy’ari meninggalkan faham Mu’tazilah adalah pengakuan Al-Asy’ari telah bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW. sebanyak tiga kali, yaitu pada malam ke-l0, ke-20, dan ke-30 bulan Ramadan. Dalam tiga mimpinya itu, Rasulullah memperingatkannya agar rneninggalkan faham Mu’tazilah dan membela faham yang telah diriwayatkan dari beliau.

2. Doktrin-doktrin Teologi Al-Asy’ari
Pemikiran-pemikiran Al-Asy’ari yang terpenting adalah berikut ini.
a. Tuhan dan sifat-sifat-Nya
Al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat-sifat yang dijelaskan oleh Mu’tazilah, seperti mempunyai tangan dan kaki, dan ini tidak boleh diartikan secara harfiah, melainkan secara simbolis. Selanjutnya. Al-Asy’ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip.
b. Kebebasan dalam Berkehendak (Free- Will)
Al-Asy’ari membedakan antara kholiq dan kasb. Menurutnya, Allah adalah pencipca (khaliq) perbuatan manusia,. sedangkan manusia sendiri yang mengupayakannya (muktasib). Hanya Allah-lah yang mampu menciptakan segala sesuatu (termasuk keinginan manusia).
c. Akal dan Wahyu dan Kriteria Baik dan Buruk
Walaupun Al-Asy’ari dan orang-orang Mu’tazilah mengakui pentingnya akal dan wahyu, mereka berbeda dalam menghadapi persoalan yang memperoleh penjelasan kontradiktif dari akal dan wahyu. Al-Asy’ari mengutamakan wahyu, sementara Mu’tazilah mengutamakan akal.
Dalam menentukan baik buruk pun terjadi perbedaan pendapat di antara mereka. Al-Asy’ari berpendapat bahwa baik dan buruk harus berdasarkan pada wahyu, sedangkan Mu’tazilah mendasarkannya pada akal.
d. Qadimnya Al-Quran
Al-Asy’ari mengatakan bahwa walaupun Al-Quran terdiri atas kata-kata, huruf dan bunyi, semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim. Nasution mengatakan bahwa Al-Quran bagi Al-Asy’ari tidaklah diciptakan sebab kalau ia diciptakan, sesuai dengan ayat:
Artinya. “Jika kami menghendaki sesuatu. Kami bersabda, “Terjadilah”
maka ia pun terjadi” (QS. An-Nahl [16]: 40)
e. Melihat Allah
Al-Asy’ari yakin bahwa Allah dapat dilihat di akhirat, tetapi tidak dapat digambarkan. Kemungkinan ru‘yat dapat terjadi manakala Allah sendiri yang menyebabkan dapat dilihat atau bilamana ia menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihatNya.
f. Keadilan
Al-Asy’ari tidak sependapat dengan Mu’tazilah yang mengharuskan Allah berbuat adil sehingga Dia harus menyiksa orang yang salah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik. Menurutnya, Allah tidak memiliki keharusan apapun karena ia adalah Penguasa Mutlak.
g. Kedudukan Orang Berdosa
Mengingat kenyataan bahwa iman merupakan lawan kufr, predikat bagi seseorang haruslah salah satu di antaranya. Jika tidak mukmin, ia kafir. Oleh karena itu, Al-Asy’ari berpendapat bahwa mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik, sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufr.

Ilmu Kalam

Pengertian Ilmu Kalam

Menurut Musthafa Abdul Raziq, ilmu Kalam adalah yang berkaitan dengan akidah imani ini sesungguhnya dibangun diatas argumentasi-argumentasi rasional. Atau ilmu yang berkaitan dengan akidah islami ini bertolak atas bantuan nalar.
Menurut Al-Farabi : Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang membahas Dzat dan Sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berlandaskan doktrin islam. Stressing akhirnya adalah memproduksi ilmu ketuhanan secara filosofis.
Menurut Ibnu Kaldun Ilmu Kalam adalah disiplin Ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.

Apabila memperhatikan definisi ilmu Kalam diatas, yakni Ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan Argumentasi logika atau Filsafat, Secara teoretis aliran Salaf tidak dapat dimasukkan ke dalam aliran Ilmu Kalam, karena aliran ini dalam masalah-masalah ketuhanan tidak menggunakan argumentasi Filsafat atau Logika Aliran ini Cukup dimasukkan kedalam Aliran ilmu Tauhid atau Ilmu ushuluddin atau Fiqh al-akbar.

Alasan Ilmu ini disebut Ilmu Kalam !?

Problema yang diperselisihkan para ulama dalam ilmu ini yang menyebabkan umat islam terpecah kedalam beberapa golongan adalah masalah kalam Allah atau Al-Qur’an : Apakah ia diciptakan (makhluk) atau tidak (qadim).
Materi-materi ilmu ini adalah teori-teori (kalam) tidak ada yang diwujudkan kedalam kenyataan atau diamalkan dengan anggota.
Ilmu ini di dalam menerangkan cara atau jalan menetapkan dalil pokok-pokok akidah serupa dengan ilmu mantik.
Ulama-ulama mutaakhirin membicarakan di dalam ilmu ini hal-hal yang tidak dibicarakan oleh ulama shalaf, seperti penakwilan ayat-ayat mutasyabihad, pembahasan tentang qada’, qolam, dan lain-lain.

Materi Kajian Ilmu Kalam

Hal-hal yang berkaitan dengan Allah S.W.T. termasuk didalamnya tentang ketentuan takdir Allah kepada mahluk-mahlukNya.
Hal-hal yang berkaitan dengan utusan Allah Sebagi Perantara (wasilah) antara Allah dengan manusia, seperti malaikat, para nabi / rasul, dan kitab-kitab suci yang telah Allah turunkan.
Hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sesudah mati seperti surga, neraka, dan seagainya.

Sumber-sumber Ilmu Kalam

Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Qur’an banyak menjelaskan tentang dzat, sifat, asma, perbuatan, tuntunan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan eksistensi Tuhan seperti yang trdapat dalam Q.S. Al-Ikhlas : 3-4, Q.S. Asy-Syura : 7, Q.S. Al-Furqan : 59, Q.S. Al-Fath : 10, Q.S. Thaha : 39, Q.S. Ar-Rahman : 27, Q.S. An-Nisa’ : 125, Q.S. Luqman : 22, Q.S. Ali Imran : 83, Q.S. Ali Imran : 84-85, Q.S. Al-Anbiya : 92 dan Q.S. Al-Hajj : 78.
Hadits
Hadits Nabi S.A.W. yang menjelaskan tentang hakikat keimanan.
Hadits yang dipahami sebagian ulama sebagai prediksi Nabi mengenai kemunculan berbagai golongan dalam Ilmu Kalam.

garaa versus tap



Garaa versus tap? wah kayak mana kelanjtannya ya????? menurut q sih pasti yang menang itu ya garaa. liat aja segala jurus-jurusnya. ryusabakuryu. itu kan ombak pasir, sedangkan tap ga bisa. terus tap buta lagi. garaa kan bisa terbang waktu melawan anggota akatsuki deidara. wakakakak. garaa pasti menang. iya juga kalau pelem ni ada. namanya juga animasi buatan. tapi katanya, aq dengar-dengar sih, tap yang menang. ada sudah katanya pelemnya. bener ga ya??? ada yang tau?? tell me dong. hehehe.

Makalah Umar bin Khattab

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian, mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Khalifati Rasulillah (pengganti dari pengganti Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu’minin (Komandan orang-orang yang beriman).
Kepemimpinan Umar bin Khattab selama lebih dari sepuluh tahun sebagai Amirulmukminin, sebagai pemimpin dan kepala pemerintahan, dengan prestasi yang telah dicapainya memang terasa unik, jika kita baca langkah demi langkah perjalanan hidupnya itu, dan cukup mengesankan. Umar sebagai Khalifah tidak sekadar kepala negara dan kepala pemerintahan, lebih-lebih dia sebagai pemimpin umat. Ia sangat dekat dengan rakyatnya, ia menempatkan diri sebagai salah seorang dari mereka.
Umar bin Khattab sosok yang disiplin, tegas, adil, bijaksana, sederhana dan sangat mencintai umat. Inilah sosok salah satu pemimpin terbaik yang dimiliki oleh umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas maka kami akan merumuskan masalahnya sebagai berikut:
a. Bagaimana biografi Umar bin Khattab ra?
b. Bagaimana Umar bin Khattab memeluk Islam?
c. Bagaimana pengangkatan Umar bin Khattab ra menjadi khlaifah?
d. Bagaimana sistem pemerintahan Umar bin Khattab ra?
e. Bagaimana wafatnya Umar bin Khattab ra?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Umar Bin Khattab ra
Umar bin Khaththab adalah salah seorang pemuka Quraisy yang sangat berpengaruh di kalangan bangsanya. Ia adalah seorang yang gagah berani, cerdas, tangkas, dan kuat. Kegagahan, keberanian, dan pengaruh Umar bin Khaththab seimbang dengan kegagahan dan keberanian Abu Jahal. Umar termasuk salah seorang pemuka musyrik Quraisy yang sangat memusuhi Nabi saw. sebagaimana Abu Jahal. Oleh sebab itu, tidak jarang ia menganiaya dan menyakiti para pengikut Nabi. Bahkan, ia pernah menyiksa budaknya yang telah menjadi pengikut Nabi.
Silsilah Umar bin Khaththab ialah bin Nuafil bin Abdul Uzaza bin Rayah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr. Jadi silsilahnya bertemu dengan silsilah pribadi Nabi saw. pada Ka’ab, kakek yang ketujuh dari Nabi. Sesudah ia memeluk Islam, ia mendapat gelar al-Faruq yang artinya pemisah antara yang benar dan yang salah dan di kalangan kaum muslimin, ia terkenal pula dengan sebutan Abu Hafash yang artinya ‘Bapak Singa’. Kedua sebutan itu sangat selaras dengan jejak-jejak dan perjuangan beliau sejak memeluk Islam sampai wafatnya.
Kapan Umar dilahirkan? Suatu hal yang tidak mudah dapat dipastikan. Yang jelas ia meninggal sekitar tiga hari terakhir bulan Zulhijah 23 tahun setelah hijrah. Tetapi yang masih diperselisihkan mengenai umurnya ketika ia wafat: ada yang mengatakan dalam usia lima puluh tahun, ada yang menyebutkan dalam usia lima puluh tujuh tahun, yang lain mengatakan enam puluh tahun, ada lagi yang mengatakan enam puluh tiga tahun dan sebagainya. Besar dugaan ia meninggal sekitar umur enam puluhan. Kalau benar demikian berarti ketika ia hijrah umurnya belum mencapai empat puluh tahun. Dan kepastian dugaan ini tak dapat kita jadikan pegangan.
Ada juga yang mengatakan ketika Abu Bakar wafat dan Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah, dan pada waktu itu usia Umar sekitar 52 tahun, berdasarkan pendapat yang mengatakan bahwa Umar bin Khattab dilahirkan empat puluh tahun sebelum peristiwa hijrah ke Madinah.

B. Memeluk Islam
Ketika ajakan memeluk Islam dideklarasikan oleh Nabi Muhammad SAW, Umar mengambil posisi untuk membela agama tradisional kaum Quraish (menyembah berhala). Pada saat itu Umar adalah salah seorang yang sangat keras dalam melawan pesan Islam dan sering melakukan penyiksaan terhadap pemeluknya.
Dikatakan bahwa pada suatu saat, Umar berketetapan untuk membunuh Muhammad SAW. Saat mencarinya, ia berpapasan dengan seorang muslim (Nu'aim bin Abdullah) yang kemudian memberi tahu bahwa saudari perempuannya juga telah memeluk Islam. Umar terkejut atas pemberitahuan itu dan pulang ke rumahnya.
Di rumah Umar menjumpai bahwa saudarinya sedang membaca ayat-ayat Al-Qur’an (surat Thoha), ia menjadi marah akan hal tersebut dan memukul saudarinya. Ketika melihat saudarinya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat. Ia kemudian menjadi sangat terguncang oleh isi Al Qur'an tersebut dan kemudian langsung memeluk Islam pada hari itu juga.

C. Pengangkatan Umar bin Khattab menjadi Khalifah
Setelah memerintah lebih kurang dua tahun, Khalifah Abu Bakar jatuh sakit. Saat itu timbul kecemasannya, apabila ia tidak menunjuk atau menentukan orang yang akan menggantikan jabatannya. Profil yang akan menggantikan hendaknya orang yang tegas, tetapi tidak kejam, orang yang ramah, tetapi tidak lemah. Menurut pandangan Abu Bakar, orang seperti itulah yang mampu memelihara persatuan ummat Islam dan membendung ancaman yang datang dari luar.
Menurut pandangan Abu Bakar, orang yang memiliki kriteria seperti itu ialah Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib. Tetapi Abu Bakar cenderung memilih Umar bin Khattab. Alasannya, mungkin sekali, disamping pandangannya tersebut, Umar bin Khattab adalah seorang tokoh sahabat yang terdekat dengannya selama menduduki jabatan khalifah dan memiliki andil dalam pengangkatannya menjadi khalifah. Sedangkan Ali bin Abi Thalib walaupun termasuk salah seorang tokoh sahabat yang disegani, tetapi kurang dekat dengannya bila dibandingkan dengan Umar bin Khattab, apalagi Ali bin Abi Thalib mengakui kekhalifahan Abu Bakar setelah enam bulan menduduki jabatan tersebut. Tetapi, Abu Bakar tidak bertindak otoriter. Ia memperhatikan saran-saran dan pendapat dari tokoh-tokoh sahabat yang lain, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar. Sebelum mengambil keputusan, Abu Bakar meminta pendapat Abdur Rahman bin ‘Auf, Usman bin Affan, Said bin Zaid dan lain-lainnya.
Dari hasil pengumpulan pendapat itu diketahui bahwa pada umumnya tokoh-tokoh sahabat menyetujui penunjukkan Umar bin Khattab sebagai calon pengganti Khalifah Abu Bakar. Oleh karena itu Abu Bakar secara resmi membuat surat pengangkatan Umar bin Khattab sebagai orang yang akan menduduki jabatan khalifah, apabila Abu Bakar wafat. Beberapa bulan setelah penunjukan tersebut, Abu Bakar wafat dan Umar bin Khattab langsung menjadi khalifah dan pada waktu itu usia Umar sekitar 52 tahun.

D. Sistem Pemerintahan Umar bin Khattab
Maka sistem yang ada pada masa Umar adalah sistem yang terkonsentrasi pada urusan khilafah, yaitu memberi tafsiran kepada kita tentang peristiwa-peristiwa pada masa Islam, bahkan pada masa dinasti Umawiyah.
Hanya saja sistem ini tidak diletakkan sekaligus melainkan secara berangsur, satu bagian datang pada suatu waktu kemudian diikuti bagian lain setelahnya. Dan peristiwa-peristiwa itulah yang memberi gagasan sistem tersebut, karena ialah yang merekamnya. Kejadian-kejadian itu berjalan dengan cepat meskipun saat itu belum ada dipuncak kepala negara Islam dua orang laki-laki yang mengecilkan lafal keagungan dihadapan urusan keduanya, serta membahayakan arus kejadian yang ditaruh sistem itu, maka didapatlah didalamnya penyakit dimana menimbulkan keributan dan tidaklah stabil.
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad.
Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk shalat di dalam gereja (Church of the Holy Sepulchre). Umar memilih untuk shalat ditempat lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia shalat.
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.
Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sebagaimana saat para pemeluk Islam masih miskin dan dianiaya.
Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Sehingga pada zaman pemerintahan Umar sampai tahun 641 M, wilayah kekuasaan Islam telah meliputi Jazirah Arab, Syria, Palestina, Irak, Mesir, dan sebagian wilayah Persi. Jazirah Arab yang berbangsa dan berbahasa Arab beragama Islam, Syria yang berbahasa Syryani beragama Nasrani, Palestina yang berbangsa Ibrani beragama Yahudi, Mesir yang berbangsa Qibti beragama Mesir Kuno dan Nasrani, serta Irak dan sebagian wilayah Persi yang beragama Majusi, disatukan di bawah kekuasaan Islam dengan ibukotanya Madinah. Terjadilah asimilasi antar lima wilayah, lima bangsa, lima negara. Asimilasi dalam hidang darah, bahasa, adat istiadat, alam pemikiran, politik, paham keagamaan, dan bidang-bidang lain. Bangsa Arab mempunyai keunggulan bidang agama dan bahasa, bangsa-bangsa lain memiliki keunggulan masing-masing. Terjadi saling pengaruh-mempengaruhi, namun yang jelas peradaban Islam tidak lokal Arab lagi, telah meliputi wilayah regional Timur Tengah. Dalam pengaruh-mempengaruhi ini ada positif dan ada negatifnya. Dalam bidang darah, karena terjadi perkawinan campuran akan lahir generasi campuran Arab ‘Ajam, demikian juga dalam adat istiadat ada Arab Badwi ada Arab yang berbudaya kota. Untuk menghadapi masalah baru yang belum pernah ada pada masa Rasulullah dan masa Abu Bakar, maka Umar berijtihad untuk:
a. Menetapkan hukum tentang masalah-masalah yang baru.
b. Memperbaharui organisasi negara.
c. Mengembangkan ilmu.

E. Wafatnya Umar bin Khattab
Umar memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang di antaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Saad ibn Abi Waqqas, dan Abdurrahman ibn ‘Auf. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Usman sebagai khalifah, melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib.


BAB III
PENUTUP
Islam sebagai agama rahmat bagi manusia di segala tempat dan masa perlu benar-benar diwujudkan dalam segala aspek kehidupan. Ini akan terjadi kalau para pemimpin dan intelektual muslim mampu membuat Islam dapat melayani dengan benar tuntutan perubahan sosial yang selalu berkembang. Reaktualisasi ajaran Islam melalui ijtihad adalah suatu yang senantiasa dinantikan dan pemahaman terhadap ajaran Islam secara utuh dan menyeluruh sangat membantu untuk menyelesaikan persoalan-persoalan sosial secara tepat dan benar.
Khalifah Umar bin Khattab sering tampil dan ditampilkan, karena keberaniannya dalam berijtihad dan banyak pendapatnya yang kelihatannya bertentangan dengan nash dan terobosannya terjadi karena ia telah membaca dan menyelami lebih dalam isi nash dan memahami lebih dalam hakekat Islam itu diturunkan. Membicarakan Umar bin Khattab dengan keberanian dan terobosan-terobosan pemikirannya diharapkan bukan sekedar untuk bernostalgia, tetapi untuk dapat dijadikan ibrah dalam upaya mengaca diri bagi pemimpin dan intelektual muslim di abad modern dewasa ini.


DAFTAR PUSTAKA


Sunanto, Musyrifah Hj., SEJARAH ISLAM KLASIK. Bogor: Kencana, 2003.
Yatim, Badri Dr.M.A. SEJARAH PERADABAN ISLAM. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005.
Umar bin Khattab. Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Umar_bin_Khattab pada tanggal 10 April 2010.
Al-’Isy, Yusuf Sejarah Dinasti Umawiyah, terj. Iman Nurhidayat & Muhammad Khalil. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007.
Sholikhin, M. Drs. H. M.Ag.. SEJARAH PERADABAN ISLAM. Semarang: RaSAIL, 2005.
Nu’mani, Syibli Al-Faruq; Life of Umar, The Great Second Caliph of Islam, Terj. Karsidjo Djojo Soewarno. Pustaka,: Bandung, 1981.
Haekal, Muhammad Husain Al-Faruq ‘Umar, Umar Bin Khattab, Terj. Ali Audah. Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2002
Chalil, Moenawar K.H. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad saw. I . Jakarta: GEMA INSANI PRESS, 2001.